Aku dan ayahku baru saja pulang dari pemakaman saat itu. Beberapa saat handphoneku mengeluarkan bunyi, dan ada nama dia berusaha memanggilku. Langsung saja kutekan tombol jawab.
“Haloo... Dev?” sapaku padanya
Dia diam tak berkata apapun di seberang sana. Aku berusaha menyapanya lagi, tapi masih belum ada jawaban juga. Dan itu membuatku penasaran cemas, ingin tau apa yang sebenarnya terjadi? Dia masih tak bersuara, dan aku masih menanyakan hal itu...
Hingga akhirnya aku juga terdiam. Beberapa menit setelah itu, terdengarlah suaranya. Dengan kalimat pertama yang membuatku terkejut, dan ingin mati heran kenapa??? Sampai dimana dia menjelaskan semuanya, aku terjatuh disana, duduk termenung dengan air mata yang sedikit mulai lembab di kelopaknya.
Ayah menghampiriku dan duduk disampingku, menepuk pundak sebelah kiri.
“Yang nelpon itu Devi Jang???” tanya ayah
“Sepertinya dia yah, tapi... “ jawabku terisak
“Tapi kenapa? kamu baru dapet masalah dengannya?” tanya ayah lagi
“Bukan masalah sih, cuman dia minta putus!” jawabku lagi
“terus jawaban kamu gimana?” lanjut nya
“Udah aku konfirmasi yah keputusannya!” lanjutku
“Apa? Kenapa atuh jang kamu lepasin gitu aja, emang apa alasannya?” dia semakin penasaran
“Katanya sih ada cewek yang nelpon kedia, terus ngaku-ngaku pacar aku gitu. Aku juga udah jujur, emang aku gak pernah duain dia. Tapi ya udahlah, aku juga udah ikhlas. Memang mungkin itu yang terbaik” jelasku
“Hmm... Ya udah kalau gitu, mungkin sebenarnya dia cuman ingin kamu bisa fokus sama Ujian kamu jang. Positif aja, dia belum berkata langsung juga kan” terangnya logis
Selanjutnya aku tersenyum, memberikan respon kalau yang dikatakan ayah padaku itu ada benarnya juga. Tapi tetap saja aku sudah tau kalau apa yang dikatakan Devi itu bukan main-main, walaupun disampaikan lewat telpon. Dulu juga waktu juga waktu aku tembak dia lewat telpon, dia anggap serius hingga jadian. Berarti itupun di pastikan 100% keputusan mutlaknya, untuk memutuskan ikatan indah itu denganku.
Semua itu berefek pada hubunganku yang berakhir dengan Lost Contact. Dan benar-benar lost dalam beberapa pekan terakhir, layaknya sinyal HP yang sudah mentok dan ada tulisan No Network. Tak ada lagi sms yang masuk, tak ada lagi nama indah itu mencoba memanggilku.
3 bulan setelahnya, ujiankupun selesai. Semuanya telah kutempuh, hanya tinggal menunggu kelulusanku. Tak terasa, tinggal menempuh sekian waktu lagi, aku akan segera berakhir sebagai siswa. Dan setengah dari diriku juga sudah melupakan Devi sekarang, yang teringat aku sangat begitu fokus pada Ujian-ujian kemarin, dan keputusan Devi terasa membantuku. Dan terasa menyakitkan, kalau harus flashback lagi kemasa indah itu...
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Dan inilah hari dimana aku bisa libur cukup lama, beberapa temanku sudah merencanakan liburannya. Hmm,,, Aku belum memikirkan apapun, kapan, dan kemana akan berlibur???
Saat ini aku sedang berjalan kebeberapa tempat ramai, aku sudah berjalan cukup lama di sekitar kota. Beginilah mungkin jalan-jalan ala orang galau, tanpa tujuan, dan tak menghitung sudah berapa jauh berjalan, walau hanya memutar dari tadi.
Sesaat ketika kakiku lelah, aku duduk dikursi kosong itu, tempatnya berada di taman kota. Aku terdiam sendiri melihat beberapa pasangan sedang bercengkraman mesra. Aku menatap kosong, melirik baju putih polos, dan celana jeans hitam yang kupakai. Kemudian kembali lagi menatap kosong kedepan, setelahnya.
Tanganku merayap kesaku celana kanan, mengambil coklat yang kusimpan. Tangan kiriku membantu membuka bungkusnya. Gigitan pertama dari bagian atas coklat itu begitu manis, membuatku tidak sadar seorang perempuan sedang menyapaku, dan sudah duduk dikursi samping aku berada.
“Sendiri aja?” tanyanya
Aku menjawab itu dengan senyuman, tak melihatnya dan kembali menggigit coklat.
“Kenapa lagi Galau?” tanya dia
“Enggak, gak terlalu?” Jawabku
“Oh... Boleh kenalan gak, aku Lusy!” sambil menyerahkan tangannya di hadapan ku.
Aku langsung berbalik menghadap dia, sekarang kulihat seorang perempuan yang begitu cantik, tapi terlalu berlebihan sempurna buatku. Rambutnya ikal, berkulit putih, matanya coklat cerah, dan bibirnya. Aku suka sekali bibirnya, sedikit tebal, dan bagiku itu sexy. Haha, aku mulai berpikiran tidak jelas dihadapannya. :-)
“Aku Ajang!” sambil menyalami tangannya yang lembut, dan aku terkejut ketika kurasakan tangannya begitu dingin saat kulepaskan.
“Ya aku udah tau namamu, bukan hanya nama, tapi tentang kamu juga” katanya sambil tersenyum
“Hah??? Maksud kamu?” tanyaku terkejut
“Kamu masih ingat sama Siska, dia becerita banyak tentang kamu” lanjut dia
“mmm... Siska anak SMA 19?” tanyaku lagi
“ heemHe’uaHH, aku juga bersekolah disitu” jawabnya
“Oh... “ Jawabku bingung
Setelah itu suasana hening, tak ada pembicaraan lagi. Tak sadar aku melihat dia meneteskan air mata, aku kaget dan aneh melihatnya.
“Ada apa? Lusy?” Tanyaku
“seharusnya aku sudah mati!” jawabnya tiba-tiba
“Ya terus, tuhan membuat takdir lain?” tanyaku so tahu
“sepertinya begitu, seseorang menyelamatkanku dari kematian” jawab dia
“Bagaimana bisa? Dia pasti orang yang paling berarti untukmu?” Tanyaku lagi
“Bukan! Dia orang yang baru saja mengenalku beberapa saat sebelum kejadian itu, sama saja sepertimu, yang baru mengenalku sekarang.” Terangnya
“Oh... jadi kayak gitu ya” kataku semakin tidak mengerti apa yang dia bicarakan
Dan aku semakin heran dengan dia, apalagi dia seperti merasa begitu dekat denganku. Aneh juga mendengar dia tiba-tiba curhat begitu saja, tanpa mengetahui sebenarnya siapa yang dia ajak bicara?
“Kamu mau coklat?” tawarku padanya
“gak usah” tolak dia sambil mengusap air dimatanya
Aku langsung membuka bungkusan, dan langsung kugigit dan memikirkan, kenapa dia menolak coklatku ya?
“Kamu suka banget coklat ya” tanyanya
“Iya suka, aku selalu sedia coklat sekarang” jawabku tersenyum
“Kenapa suka? Apa karena rasanya yang manis” tanya dia lagi
“Yang manis sih bukan hanya coklat, makanan lain juga banyak. Tapi kalau coklat manisnya itu istimewa” jawabku lagi
“Istimewa maksudnya?” tanya dia heran
“Coba deh kamu bayangin seorang teman yang senyum padamu, dan seorang pacar yang senyum juga padamu. Nah, tentu pasti manisan senyum pacarkan. Kira-kira manisnya coklat seperti itulah!” jawabku sedikit berfilosofi
“haha bisa aja... Ya udah bagi aku satu dong” pintanya
“yehh.. katanya gak mau hehe” kataku sambil menyerahkan satu coklat padanya
Selang waktu, aku dan dia sudah banyak bercerita. Sebagian dariku banyak menceritakan masa lalu, dan cerita-cerita konyol pas masa SMP dan SMK. Sebagian darinya malah banyak berbagi cerita gundah, termasuk tentang kematian keluarganya. Dan dia bilang sekarang dia tinggal bersama ayah dan ibu yang mengangkatnya sebagai anak, dan 3 kakak yang diangkat sebagai anak juga. Sejenak aku tertegun mendengarkan. Aku bersyukur masih punya keluarga utuh.
Tak terasa mataharipun sudah mulai menguap, sesaat lagi langit sore akan ditelan gelap. Aku masih mendengar tawanya, sesaat setelah cerita lucuku berakhir. Aku kurang tau pasti, tapi aku hanya merasa dia begitu nyaman didekatku. Syukurlah, tapi aku tak ingin berharap lebih padanya, seperti meminta No HP, Id Facebook dan info kontak lainnya. Seandainya besok dia menghilangpun, aku merasa biasa saja mungkin. Kecuali dengan dia, aku tau karena sebelum berpisah dia sempat menawarkan hal gila padaku.
“Mmm Jang?” tanyanya ragu
“Iya lus??” tanyaku balik
“Kamu besok masih libur kan?” tanya dia
“Iya, aku libur cukup lama. Kenapa?” balasku
“Eeuu... Kamu mau gak mampir kerumah aku besok?” tanyanya ringan
“Hah! Kamu bilang apa barusan?” jawabku kaget
“Iya kamu mau gak maen gitu kerumahku? soalnya aku pasti sepi banget besok.” Jelas dia
“Tapi kan dirumah kamu lus, ada keluarga kamu juga kan?” tanyaku
“Ya sekalian aku kenalin aja kamu sama keluargaku. Ya jang! Tolong deh... “ jawabnya dengan senyum harapan pasti
“Mmm... Aku pikir-pikir dulu deh” jawabku masih setengah tidak percaya dengan ajakannya
Kemudian dia mengambil tanganku, dan memberikan sepercik kertas, berisi alamat rumahnya.
“Nih. Datang aja langsung kesitu,,, aku tungguin ya... Awas aja kalau gak dateng” ancam dia dengan senyuman
“Iyaaa... aku usahain deh...” jawabku
“ya udah makasih ya... Ajaangg.. “
“cuuuppppp” bibirnya membuat cap dipipiku. Aku tertegun kaget dengan apa yang dia lakukan barusan..........................
selanjutnya dia pamit dan berlalu, meninggalkan tempat ku berada. Tanpa merasa berdosa telah menciumku, yang bukan seseorang yang berarti banyak.
“Gilaaaa... Liar banget kamu lus” teriakku dalam hati
Malamnya aku masih memikirkan tawaran Lusy untuk berkunjung kerumahnya. Semuanya masih terpikir dalam hatiku dengan banyak keraguan. Namun ciuman pipi dari bibirnya tadi, setidaknya jurus undangan yang ampuh, untuk membuatku tertarik. Hmm, sekarang aku mulai memikirkan yang tidak-tidak :-)
Jariku menekan tombol power DVD, kedua tanganku memasukan kepingan CD film Vampire Diaries. 1 dari 3 film Vampire, dan 1 dari puluhan film horror yang pernah kutonton. Kutekan tombol play di remote, dan sekarang mataku sudah mulai terbawa kedunia imajinasi didalamnya, dan semakin dalam...
Sampailah dimana mataku sudah tidak tahan lagi menahan kantuk. Kututup DVD, dan segera terlelap menuju alam bawah sadar yang paling mutlak, membawaku berkhayal lebih dalam.
Pagi-pagi sekali aku bangun. Tidurku memang kurang nyenyak, keputusanku masih ada dalam ambang keraguan. Aku masih memikirkan, akankah aku mampir keruamah Lusy atau kubatalkan saja rencana itu. Tapi, rasa yang tidak normal ini mungkin akan mengambil keputusan yang tepat.
Dan keputusannya adalah...
Aku sudah naik disebuah angkutan umum, tanganku memegang kertas yang diberikan Lusy kemarin. Aku yakin hanya beberapa kilo lagi aku akan sampai. Dan sekian menit setelahnya, angkutan umum itu menginjak rem tiba-tiba. Aku berhenti dan turun disitu.
“sesuai alamat sih, harusnya disekitar sini” pikirku
Aku beranikan bertanya pada orang disekitar situ.
“Oh ya Mas, maaf sebentar. Boleh minta bantuan?” tanyaku pada orang yang berdiri disana
“Iya, ada apa dek?” jawabnya
“mas, tau alamat kerumah ini?” tanyaku lagi
“oh, rumah itu ya... Mmm, ade sebenarnya tinggal masuk ke gang itu, terus ikutin jalan aja. Nanti kalau udah lihat rumah tingkat, disitu dek tempatnya” terangnya
“Jauh gak kira-kira mas?” tanyaku
“jalan kaki ya. Enggak sih, paling cuman sekiloan de.” Jawabnya
“sekilo ya. Ya udah mas, makasih... “ aku pamit padanya
Satu kilo meter berarti 1000 meter. Artinya aku perlu 1000 melangkah untuk sampai. Pikirku ini masih sangat ringan, jadi ya lanjutin aja. Lagi pula aku pernah ikut lomba lintas alam, yang jaraknya sampai puluhan meter, dan aku masih hidup pas digaris finis saat itu. Jadi jarak sekilo terlalu cupu, untuk menghalangi tujuanku kerumah Lusy. Aku mulai berpikir enteng...
Kumasuki gang itu, dan sekarang aku berjalan di lintasan aspal yang masih bagus. Di depan kulihat bentangan sawah dan gunung, tak ada rumah di sekitar sini. Jadi jika aku sudah meilhat rumah, berarti itu adalah rumah Lusy.
Aku masih tetap berjalan, dan tidak menghitung sudah berapa jauh jaraknya. Hanya saja aku merasa heran, dari tadi tak ada satupun orang berlalu lalang dijalan ini. Baik yang menggunakan kendaraan, dan pejalan kaki satu-satunya hanya aku, yang sudah mulai cemas dengan langit yang mendung.
Sesuai dugaan hujanpun turun, sedikit membasahi rambutku. Tapi hasilnya, didepan sudah kulihat rumah itu. Dan kulihat juga Lusy sedang berlari kearahku. Aku tersenyum melihatnya, kemudian menunduk. Dan tiba-tiba saja dia sudah berada didepan wajahku...
“hah! Bagaimana bisa secepat itu?” batinku berbunyi
Aku kaget dan agak heran juga. Tapi mungkin dia juara lari dikelasnya pikirku. Dia merebahkan payung yang dia bawa, dan sekarang aku terteduh dipayungnya berdua menuju rumah itu.
“makasih ya udah mau dateng” katanya tersenyum
“ya, sama-sama lus” jawabku
Sekarang kami sudah ada di depan pintu. Dia membukanya, dan aku masih canggung untuk bertemu keluarganya di dalam. Tapi dia menariku dan sekarang aku sudah berhadapan dengan mereka.
“oh ini yang kamu ceritain itu Lusy” sapa ibunya
“hehe, iya bu... saya ajang pak,, Bu,,,” kataku sambil menjabat tangan ibu dan ayahnya Lusy
“Ya udah lus... panggil kaka-kakamu kebawah, ibu dan ayah mau pergi dulu keluar... Maaf ya de ajang, kami mau keluar dulu.. semoga menyenangkan ya disini...” kata ibunya
“anggap aja rumah sendiri..” ayah Lusy menambahkan
“iya baik hehe” jawabku malu
Aku merasa aneh ketika melihat orang tuanya, aku gak tau wajah mereka kok putihnya agak beda ya sama putihnya Lusy. Mungkin karena Lusy bukan anak kandung mereka kayaknya. Dan yang lebih aneh lagi, ketika ketiga kakanya Lusy turun. Kulit mereka lebih tidak normal, mereka kelihatan pucat, dan jijik sekali mereka tampat seperti orang sakit, yang baru bangun dari kuburannya. Bahkan, ditambah sikap mereka yang kurang nyaman padaku.
“siapa dia Lus... temanmu itu... aneh juga ya ngeliatnya... hahaha” kata-katanya sinis
“Apa sih ka! Udah yuk Jang, kita kekamar aja.” Kata Lusy sambil menariku kekamarnya
Sekarang aku sudah duduk dikamar pinknya. Aku duduk di ranjang empuk itu. Kulihat beberapa interior kamar, corak seni yang sedikit membuatku kagum.
“aku gak enak Lus. Disini berdua, gak enak juga sama kaka-kaka kamu” kataku
“gapapa... lagian kalau kamu disana, mungkin akan habis dikerjain kakaku, karena mereka jail banget” katanya
“kok, wajah mereka aneh ya?” tanyaku
“wajah siapa, kakaku?” jawabnya agak sedikit takut “mereka keliatan pucat, lagi sakit sih, atau memang setiap harinya sakit ” lanjutnya ketawa kecil
“Maksudnya lus?” tanyaku heran
“Enggak, mereka cuman lagi sakit aja” jawab dia
Setelah itu, tiba-tiba saja suasana obrolan kami jadi canggung. Aku merasa kehabisan bahan obrolan, aku mulai takut menanyakan hal-hal kepada Lusy. Didalam otaku juga sudah mulai ada beberapa kesimpulan yang tidak masuk akal. Terlebih pikiranku sudah terkuras imajinasi sama film yang kutonton semalam.
Entah kenapa? Tiba-tiba juga sikapnya menjadi dingin padaku, aku merasa rumah ini sudah mengeluarkan aura aslinya sekarang. Aku tak merasakan sikap yang ramah lagi darinya, terlebih aku juga hanya menatap keluar jendela sekarang. Melihat air terjatuh dari langit, dengan perasaan yang mulai cemas dalam hati.
Dia duduk disampingku, dan tak mengatakan apa-apa. Hanya saja aku merasakan nafasnya, yang begitu terdengar jelas. Sekarang Aku agak sedikit takut terlalu didekat dia, aku memikirkan apa tujuan sebenarnya dia mengundangku kesini. Lagi-lagi dengan sikapnya yang tiba-tiba berubah sekilat itu.
Aku beranikan diri secara perlahan menoleh kearahnya. Dan betapa terkejutnya aku, ketika melihat matanya melotot kearahku. Lalu dengan cepat, tangannya sudah berada dipundaku, dan saat itu juga dia langsung mendorongku hingga terjatuh diatas ranjang. Aku tak percaya begitu kuatnya dia, dengan ukuran tubuhnya yang lebih kecil dariku. Disini, aku sudah mulai merasakan badanku merinding panas, aku sudah tak tau lagi, sosok apa yang kuhadapi sekarang.
“Hei.. Lus kamu kenapa???” aku mencoba menyadarkannya
Tiba-tiba saja tubuhnya sudah benar-benar dekat denganku, berada tepat diatas tubuhku yang masih tergeletak dikasur.
“lus.. Apa-apaan sih kamu,,, Wuii,,, Sadar!” aku masih berteriak dalam keadaan terpojok
Aku sulit keluar dari cengkramannya. Aku tak tau, tapi aku lakukan dengan sekuat tenaga. Dan dia masih disitu, masih diposisi seperti itu. Dengan tatapan yang kurasa itu bukan napsu untuk melakukan yang enggak-enggak, tapi lebih pantas napsu untuk memakanku. Membuat nafasku tidak teratur, dengan detak jantung cepat.
“Cuuuuppppp”
Bibirnya menempel kasar dibibirku. Sungguh aku tidak merasakan hasrat apapun dengan perlakuannya itu. Karena dia sebenarnya tidak sedang berciuman denganku. kutau itu, saat kurasakan giginya begitu kasar menggigit bibirku, dan membuatnya berdarah. Aku terengap berusaha keras lepas dari cengkramannya. Tangan dan kakiku berusaha keras, sekuat tenaga mendorongnya.
Sampai dimana dia melepaskanku dan membuat dirinya terpental keras ketembok. Segera saja momen itu kumanfaatkan untuk segera beranjak cepat. Dengan keras aku langsung bangun dari ranjang, dan menendang keras pintu kamarnya hingga terbuka. Sesaat kumelihat kakanya menyadari hal itu, menatapku lebih sinis, seperti begitu bernapsu makan melihat darah dibibirku, dan sepertinya mereka ingin mengejarku. Secepatnya aku keluar dan langsung berlari secepat mungkin dari rumah itu. Tanpa melihat kebelakang...
Tapi dibelakang kudengar jelas. Kaki-kaki mereka yang sepertinya akan lebih cepat dariku. Bahkan salah satu dari mereka dengan mudah, sudah berada dekat dibelakangku. Disini aku benar-benar takut dan cemas, aku tak tau apa yang akan terjadi denganku. Yang pasti aku tak mau mati kehabisan darah ditempat ini, sehingga aku berlari lebih cepat.
Sayangnya kecepatan lariku tidak ada gunanya. Sekarang kurasakan, salah satunya sedang menarik bajuku dari belakang. Berusaha menghentikan aku berlari. Dan itu membuatku panik. Aku masih berusaha keras menggerakan kakiku. Hingga dia datang lebih cepat dari mereka, dan langsung menarik tanganku. Membantuku untuk berlari lebih cepat.
Tangannya memegang erat tanganku. Membawaku seperti tidak berlari, tapi seperti terbang. Aku tidak tau berapa kecepatanku sekarang denganya. Dia terus membuat tubuhku seakan melayang, dan aku rasakan seperti tidak normal.
Dan akhirnya sampai juga di gang itu. Aku terengah-engah, benar-benar merasa kelelahan. Dan dia tidak terlihat lelah sama sekali. Gila apa ya sebenarnya dia ini.
“Jang... Maafin aku ya!” katanya terisak “aku tidak bermaksud apapun. Tapi kamu juga harus tau, aku bukan lagi manusia . Kamu bisa mengetahuinya, hari kematianku adalah setahun yang lalu. Dan seharusnya aku sudah beristirahat dipemakamanku sekarang”
“Hah... Apa? Jadi kamu itu???” tanyaku spontan kaget
“Iya... kamu lebih baik tidak percaya... tapi tolong maafkan perlakuanku tadi ya... aku tidak mungkin melakukan itu, kalau aku bukan salah satu dari penghisap darah, yang sering kamu tonton dalam film” jawabnya jujur
Saat itu aku hanya terdiam menunduk, aku tak tahu harus percaya atau tidak dengan semua yang terjadi ini.
“Tapi tolong rahasiakan statusku ya jang... dan keluargaku juga... kamu bisa kan! Tolong jangan ceritakan sama siapapun” pintanya
“Iya,,, baik... aku akan segera melupakan semua ini...” jawabku dengan nada lemas
“ya udah makasih ya... jangan cemas, aku kakaku dan keluargaku. Tak akan ada yang mengerjamu kok... tenang aja, kita tidak akan mengganggumu lagi” katanya tersenyum
Sekejap mata setelah itu, dia langsung menghilang dari pandanganku. Sekilas waktu, angkutan umum juga sudah berhenti didepanku. Saat ini aku sudah duduk bersama penumpang lainnya. Tanganku merayap mengambil Handphone dan Earset, kuputar beberapa lagu Soundtrack Twilight... Aku harap, bisa melupakan kejadian hari ini, dan semoga Lusy juga cepat kulupakan dalam memori Terabyte dipikiranku.
Dan cerita ini tak akan kubagi pada siapapun, sesuai janjiku pada Lusy. Cukup aku saja yang menympannya... Dan saat otaku berusaha menghapus ingatan singkat dari Lusy... Hatiku diam-diam menyelinap, dan merindukan Devi... Huft... THE END
1 Komentar
hahahaha...? bagus nih cerpennya :) gak kalah sama yang tadi itu :D
BalasPenulisan markup di komentar